Suami Dayyuts

“Rumahku adalah surgaku”, itulah ungkapan yang sering kita dengar, yang menggambarkan keinginan setiap insan akan kebaikan dan kebahagiaan dalam kehidupan anggota keluarganya. Karena cinta kepada istri dan anak-anak merupakan fitrah yang Allah tetapkan pada jiwa setiap manusia. Bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan istri dan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan.


Al-imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullahu (tahun 773-852 H) menjelaskan bahwa makna Ad-dayyuts adalah seorang suami atau bapak yang membiarkan terjadinya perbuatan buruk didalam keluarganya (Kitab Fathul Baari, jilid 10 hal 406). Wahai para suami, hendaknya jangan sampai menjadi suami yang dayyuts, yaitu suami yang tidak memiliki ghirah (cemburu) terhadap istri dan keluarganya. Suami yang dayyuts membiarkan keluarganya bermaksiat dan tidak pernah melarang atau menegur sama sekali. Dia tidak cemburu apabila istrinya tidak menutup aurat, di mana kecantikan bahkan bagian tubuh istrinya dinikmati oleh mata lelaki lainnya.


Imam Ibnul Qayyim ketika menjelaskan dampak buruk perbuatan maksiat, di antaranya perbuatan ad-diyatsah/ad-dayytus (membiarkan perbuatan buruk dalam keluarga) yang timbul karena lemah atau hilangnya sifat ghirah dalam hati pelakunya, beliau berkata, “ Oleh karena itulah, ad-dayyuts adalah makhluk Allah yang paling buruk dan diharamkan baginya masuk surga, demikian juga orang yang membolehkan dan menganggap baik perbuatan zhalim dan melampaui batas bagi orang lain. Maka perhatikanlah akibat yang ditimbulkan karena lemahnya sifat ghirah (dalam diri seseorang). Ini semua menunjukkan bahwa asal (pokok) agama (seseorang) adalah sifat ghiroh. 


Barangsiapa yang tidak memiliki sifat ghirah maka berarti dia tidak memiliki agama (iman). Karena sifat inilah yang akan menghidupkan hati (manusia) yang kemudian menghidupkan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga anggota badannya akan menolak (semua) perbuatan buruk dan keji (dari diri orang tersebut). Sebaliknya, hilangnya sifat ghirah akan mematikan hati (manusia) yang kemudian akan mematikan (kebaikan pada) anggota badannya, sehingga sama sekali tidak ada penolak keburukan pada dirinya…” (Kitab Ad-Da-u wad Dawaa’, hal. 84)


Kedudukan seorang suami di dalam rumah tangganya adalah menjadi pemimpin yang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin. Suami juga memiliki tanggung jawab untuk menjadi pelindung, pengayom, pembimbing serta teladan bagi isteri & anaknya. Kewajiban suami bukan hanya sebatas memberi nafkah lahir & batin lalu ia mengabaikan kebaikan agama ditengah-tengah keluarganya. Bila hal ini terjadi maka ia termasuk seorang suami “Dayyuts”.


Suami dayyuts akan rugi dunia akhirat. Misalnya, seorang suami yang lelah bekerja siang-malam mencari nafkah. Namun istrinya di rumah dibiarkan berdandan dan berpakaian yang mengundang syahwat laki-laki. Kemudian istrinya foto selfie, posting di internet, dan menjadi hasrat bagi laki-laki lain di ruang publik ataupun sosial media. Suami ini rugi di dunia, karena kecantikan dan kemolekan tubuh istrinya juga dinikmati oleh orang lain. Bisa jadi setelah dia pulang di rumah, istrinya sudah tidak berdandan lagi. 


Suami dayyuts juga akan rugi di akhirat, karena dia akan  ditanya dan dihisab mengenai tanggung jawab terhadap istrinya. Mengapa dia tidak melarang istrinya, padahal istrinya adalah tanggung jawabnya. Sungguh ini kerugian dunia, sekaligus kerugian akhirat. Belum lagi, ada kasus istrinya selingkuh dan sebagainya.


Rasulullah SAW  telah Bersabda:


ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِمُ

الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالْعَاقُّ، وَالدَّيُّوْثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخُبْثَ


“Tiga golongan manusia yang Allah Tabaraka wa Ta’ala mengharamkan surga bagi mereka, yaitu pecandu khamr, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan dayyuts yang membiarkan kefasikan dan kefajiran dalam keluarganya .”(HR.Ahmad).


Oleh karena itulah, seorang suami dan bapak yang benar-benar menginginkan kebaikan dalam keluarganya hendaknya menyadari kedudukannya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya, sehingga dia tidak membiarkan terjadinya penyimpangan syariat dalam keluarganya, karena semua itu akan diminta pertanggungg jawabannya pada hari kiamat kelak. 


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته، … والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول عنهم”


“Ketahuilah, kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin (keluarganya) dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang (perbuatan) mereka.” (HSR. Al-Bukhari no. 2278 dan Muslim no. 1829)


Ancaman keras dalam hadits ini menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah Ta’ala, karena termasuk ciri-ciri dosa besar adalah jika perbuatan tersebut diancam akan mendapatkan balasan di akhirat nanti, baik berupa siksaan, kemurkaan Allah ataupun ancaman keras lainnya. 


Belum terlambat bagi kita untuk terus berusaha memperbaiki diri dengan mengkaji & memahami ajaran Islam termasuk dalam hal rumah tangga lalu mengamalkannya. Kemudian berusaha kembali membimbing keluarga untuk menyelamatkan diri kita & mereka dari azab api neraka. Semoga Allah SWT menjauhkan dari kita sifat suami Dayuts.



#suamidayuts #artikel #rumahtangga #mabifoundation #motivasi #kepalakeluarga #kalibaru #cilincing #jakartautara